Paribasan “Kirik Nguntal Sabun”
Kli ini saya nulis dengan judul bahasa jawa. Kesannya kasar sih, tapi ini sudah diperhalus dari sebutan sejenis yang populer di Suroboyo dan sekitarnya (baca : *su 😀 ). Kadang istilah yang konyol kayak ini paling efektif untuk menyampaikan sebuah pesan, daripada yang sudah biasa dipake. Coba bayangkan klo ada kirik nguntal sabun, secara riil kemungkinan kecil bakal terjadi ada anjing makan sabun, pasti berbusa itu mulutnya. Hahahahaha…
Kirik nguntal sabun,
Dalam kehidupan nyata, seringkali kita melihat orang yang pinter ngomong, saking pinternya sampe mulutnya berbusa. Tapi dengan berjalannya waktu akan terlihat aslinya klo cuman pinter ngomong doang. Susah juga sih ngadepin orang manipulatif kek gini, karena saking pinternya ngomong bisa memutarbalikkan fakta, apalagi dengan tameng sok religius. Kan ya fcvk deh!!! 😀
Sore tadi saya diskusi dengan seseorang, beliau habis menerima curhatan tentang “standar yang terlalu tinggi” saya. Saya terima kritikan itu sebagai masukan yang bagus, sebagai “self reminder” saya. Sempet juga saya berikan klarifikasi dan penjelasan ke beliaunya terhadap selama ini yang terjadi.
Kemudian saya lanjut diskusi dengan orang berbeda ditempat lain, karena saya masih penasaran dengan kalimat “standar yang terlalu tinggi.” Dia bilang, iya mas dulu aku nggak nyambung dengan yang kmu bahas, tapi setelah aku berusaha ngikuti/belajar ternyata bener yang kmu omongin. Levelmu dulu terlalu tinggi buatku. Mungkin itu maksudnya. Tapi situasi yang kmu hadapi beda, kmu berhadapan dengan :
– Orang yang gak paham tapi sok paham (mungkin takut kehilangan peran)
– Orang yang gak paham tapi ndak mau dipahamkan (mungkin karena ego atau gengsi)
Masuk akal juga sih pendapat dia, tapi ya sudahlah… Wong selama ini omongan saya juga diabaikan. Lebih suka dengerin omongan orang yang kompetensi dan pengalamannya ndak jelas, hanya berdasar klaim yang ndak bisa dibuktikan. Klo sekarang kesulitan, masak ya salah saya toh…
FYI, untuk ngurus IT itu harus bener-bener standar, terutama masalah cyber security. Klo masih pake teknologi yang sudah mulai ditinggalkan, resiko ditanggung sendiri, masak saya lagi. Hehehehehe….
Dengan diam-pun tetap salah !
Siang tadi sempet ngobrol santai dengan teman. Banyak yang kita bicarakan, termasuk kritik dia kepada saya.
“Satu mas yang kurang dari kamu, kamu emosian” ucapnya santai. Mendengar ucapan itu sedikitpun tidak membuat saya tersinggung. Saya hanya tersenyum simpul, saya bilang “iya bener, saya pasti terlihat arogan, tapi setidaknya kamu paham kan kenapa saya sekarang seperti ini.” “Iya paham” jawabnya. Tapi sudahlah, sudah saatnya diam, lupakan mimpi mengembangkan dan memajukan IT disini, ayo ngopi wae… 😀
Dan kritik siang tadi bukanlah yang pertama, bahkan orang-orang yang dekat dengan sayapun sering mengobrolkan tentang hal ini. Kata mereka, saya sekarang dibilang arogan. Saya bilang, sudahlah “orang menilai itu dari praduga dan pegaruh”, lumrahlah karena mereka berteman dengan orang yang kontra dengan saya. Karena rata-rata mereka ndak tahu cerita dibalik itu semua, pasti terpengaruh dengan yang pinter ngomong dan pandai menutarbalikkan fakta. Karena tidak semua orang bisa berfikir bijak dan obyektif, meski orang itu cerdas atau berpendidikan tinggi sekalipun. Adil dan bijak itu anugerah, dan ndak semua dikaruniai itu. Dan manusiawi juga klo orang salah itu selalu mencari pembenaran. 😀
Ok saya arogan,
Saya bantu kerjaan teman, mengenalkan dengan temen baik saya yang notabene banyak berjasa buat hidup saya. Saya ndak tahu dan ndak mau tahu deal-deal antara mereka. Because it’s not my business. Cilakanya ada masalah dipekerjaan itu. Dan pada akhirnya, saya harus beresin masalah itu, karena yang saya bantu ndak tanggung jawab, saya ditinggal oleh orang yang saya bantu. Gak enaknya lagi hubungan saya dengan temen baik saya jadi canggung.
Dulu saya sering komplain tentang gaji tenaga IT, sering saya bilang klo mau dapet orang IT bagus, ya gaji yang ditawarkan harus bagus. Eh giliran duitnya gede, yang dibeli barangnya sama. Pembenarannya, yang ada cuman itu. Ok sih gpp, tapi klo ada masalah jangan langsung main tuduh servernya yang error, apalagi sampe bilang disabotase. Ini akibat terlalu bangga menggunakan teknologi jadul yang mulai ditinggalkan. Coba deh lihat dunia luar, biar ada pencerahan. Jangan takut mengikuti trend teknologi yang sedang populer, kecuai otaknya ndak nyampe.
Saya semingguan deploy server buat hosting aplikasi, sampe bela-belain konsultasi ke temen ISP, eh giliran tinggal make diacak-acak, kepedean sih, giliran error server disalahin.
Ada lagi yang ngaku-ngaku klo komunitasnya yang terlibat implentasi suatu aplikasi yang notabene itu aplikasi OpenSource. Makanya baca tuh macem-macem lisensi, jangan cuman next, next, i accept, finish. Keren kalian! 😀
Saya deploy Cloud Storage berbasis OpenSource, dibilang susah dipakai, padahal sudah banyak yang make selain dia. Ini akibat kebanyakan makan gedang godhok, gerang gob… (terusno dewe 😀 )
Ada lagi yang rajin foto-foto, dibuat status, ngoceh sana-sini, ngeklaim klo tanpa dia kerjaan ndak bakal jalan. WTH, kita yang mati-matian menjaga dan memastikan semua system running well, orang lain yang cari panggung. Dududududuuu…
Data center dibiarin jalan sendiri, wuih ini S.Kom loh yang ngomong. Giliran ada masalah ribut semua, baru bingung. Ujung-ujungnya saya lagi yang susah. Huhuhuhu…
Saya deploy HCI Server buat dukung kerjaannya, eh malah digembosi sendiri bilang ke orang lain agar hosting diluar. Repot ancene ngadepi gobes! 😀
Ada juga yang pede sotoynya pol-polan, ndak mau kalah dan salah pokoknya, padahal yang diomongkan sering geje, untungnya yang diajak ngomong orang ndak paham, klo yang paham jelas speechless. 😀
Pernah gah tuh yang suka bilang orang ndak bisa komunikasi, mikir klo dia gak asik diajak komunikasi. Memang susah ngomong dengan orang yang beda frekuensi.
Ok sekarang saya akan diam! 🙂
Mendengar Cerita Hanya dari Satu Sisi
Untuk setiap cerita yang pernah kita dengar, disana selalu ada setidaknya ada dua sisi cerita. Karena kita mungkin saja tidak selalu bisa mendengar sisi lain dari setiap cerita, maka berhati-hatilah di dalam mengambil kesimpulan. Kita mungkin akan mengeksekusi seseorang yang tidak bersalah. Jika mungkin separuh cerita lainnya tidak tersedia, maka berhati-hatilah dan hindari untuk menghakimi. Kita mungkin akan menghukum seseorang yang bersih.
Sebagian besar manusia pasti merasa dirinya benar dan orang lain salah. Sehingga sebagian besar manusia cenderung akan menyajikan cerita yang akan membuat dirinya terlihat baik di mata orang lain dan bahkan bisa membuat semua orang lain tampak jahat, bahkan ketika mereka bersalah. Sehingga, jika kita hanya mempercayai cerita dari satu pihak saja, pasti dalam cerita sepihak tersebut tidak akan ada kesalahannya. Tapi semua yang kita dengar adalah pendapat, bukan fakta. Semua yang kita lihat adalah perspektif, bukan kebenaran.
Tidak heran jika pada setiap sidang pengadilan, pasti akan menunggu untuk mendengar sisi lain dari sebuah cerita sebelum menjatuhkan hukuman. Bahkan sekalipun jika seseorang jelas-jelas tertangkap basah melakukan tindak kejahatan, setiap tuduhan yang ditimpakan kepada mereka hanya “dugaan” saja, sampai mereka memberikan laporan tentang sisi cerita mereka.
Kita seharusnya tidak menarik kesimpulan hanya berdasarkan cerita sepihak, apalagi hanya berdasarkan desas-desus saja. Di dunia kita hari ini ada banyak kepalsuan yang dikemas sebagai kebenaran. Dalam upaya untuk memenuhi tujuan diri sendiri, banyak orang yang tidak peduli dengan orang lain. Mereka tidak sungkan-sungkan untuk menggambarkan orang lain sebagai iblis, semua dengan tujuan yang diperhitungkan untuk menarik orang lain sehingga mereka dapat memenuhi tujuan mereka.
Seperti sekeping koin, setiap kisah memiliki dua sisi. Kita tidak dapat mengetahui seperti apa keseluruhan dengan hanya melihat setengahnya saja. Kita tidak bisa melakukan penghakiman sampai kita melihat kedua sisi mata uang.
Terkadang sulit membayangkan, bagaimana orang lain bisa memiliki sudut pandang lain, ketika kita sendiri merasa benar tentang bagaimana cara kita memandang suatu situasi. Tapi jika kita mau berpikir tentang mengapa orang lain merasakan seperti itu, kita bisa sedikit membuka hati kita. Kebenaran tidak selalu menciptakan jalan keluar terbaik, tapi belas kasih bisa menghasilkan suatu keajaiban.
20 °C